Bintang Mulia

Finlandia Kenapa? Kok Selalu Jadi Contoh Sistem Pendidikan?

Finlandia, salah satu negara yang selalu menjadi rujukan kalau kita berbicara tentang sistem pendidikan.

Mimin menuliskan artikel ini, karena setelah kemarin kita diskusi tentang kurikulum baru 2022 yang bernama Kurikulum Prototipe (cek artikelnya di sini), banyak yang minta dibahas mengapa kurikulum kita seakan makin longgar.

Okke, Mimin jabanin deh. Here we go!

Kalau dibilang kurikulum kita makin longgar, sebetulnya karena pada dasarnya beban kurikulum yang ditanggung oleh siswa dan guru di Indonesia terlampau berat, dan hasilnya ternyata tidak sebagus dengan beban yang sudah dijalani.

Kok bisa dikatakan terlalu berat sih Min? Buktinya apa?

Okke, fine … Mimin jabanin lagi!

Dari segi materi dan mata pelajaran, siswa Indonesia mempelajari banyak sekali hal-hal yang harus dikuasai dan mayoritas materi tersebut disampaikan secara lisan monoton tiap hari. Walau tak banyak yang menyadari hal ini, tapi proses belajar akan menjadi ritmis. Siswa bukan lagi proses menemukan pengalaman, namun lebih tepatnya cenderung menunggu umpan. RIP kreativitas.

Dari segi pengajar, ada sekian banyak syarat administratif yang harus dilakukan sebelum memulai tahun ajaran baru dan tiap kali akan mengajar. Alih-alih menjadikan guru kreatif menyusun rencana belajar, tapi justru malah sibuk urus berkas.

Dengan sederet beban tersebut sekaligus prosesnya yang tak menyenangkan, hasilnya juga tak menggembirakan loh. Hasil studi PISA (Programme for Internasional Student Assessments) 2018 lalu, dalam kategori kemampuan membaca, sains, dan matematika, Indonesia posisi 74 dari 79 negara.

Paling parahnya, studi penelitian yang pernah ditemukan, ternyata rata-rata 80% pelajar Indonesia akan bekerja tidak sesuai dengan apa yang mereka pelajari selama sekolah.

Memang kenapa kalau bekerja tak sesuai sekolahnya?

Bukan menjadi masalah utama sih, yang penting menghasilkan uang, dari pada tak berpenghasilan.

Tapi, mari coba ubah sudut pandang. Jika seandainya selama sekolah anak-anak kita bebas mengembangkan bakat dan minatnya sejak dini, bukan tidak mungkin selama wajib belajar 12 tahun, dia akan menjadi pribadi yang ahli dalam bidangnya masing-masing.

Ingat ya, bidang kesukaannya masing-masing. Karena tiap anak itu spesial, tidak seragam, dan potensi berkembangnya luar biasa.

Lalu Min, kenapa selalu Finlandia ya?

Jawabannya, karena di Finlandia proses belajarnya lebih santai, tapi hasilnya gak main-main loh. Finlandia menjadi negara dengan penduduk terbahagia, dan siswa mereka menempati rangking pertama PISA. See?

Negara macam apa yang belajarnya santai, penduduknya bahagia lahir-batin, tapi hasil penilaian internasionalnya juara 1.

Supaya lebih menohok lagi, Mimin beri jabarannya:

Pertama: Finlandia tak menetapkan rangking dalam kelas. Kompetisi bukan tujuan utama, melainkan kerjasama dan kolaborasi.

Kedua: Finlandia melarang anak bersekolah sebelum usia 7 tahun. Sebelum itu PAUD dan TK, hanya boleh bermain yang bertujuan untuk mengembangkan kemampuan motorik dan sensor tubuh lainnya.

Ketiga: Siswa kelas 1 hingga 3 SD, fokus utama adalah literasi, moral, dan etika.

Keempat: Tidak ada PR. Belajar bukan paksaan, belajar merupakan bentuk menjawab rasa keingin tahuan. Penasaran.

Kelima: Setiap belajar 45 menit, kemudian istirahat 15 menit. Finlandia percaya anak tetaplah menjadi anak, jika bisa selama mungkin. Mereka bukan berlomba untuk menjadi dewasa.

Keenam: Guru sangat lumrah untuk bereksperimen tentang gaya mengajarnya. Tidak melulu seragam ceramah di depan kelas. Guru out of the box, siswanya kreatif.

Ketujuh: Lebih banyak melakukan proses pembelajaran dengan model project. Sehingga ilmu yang dipelajari bisa diterapkan, solutif.

Lembaga pendidikan yang top, bukan selalu tentang biaya yang mahal.

Sekolah yang kita perlukan saat ini adalah sekolah yang berani menghargai hak anak untuk berkreasi dan berkembang. Inilah yang selalu menjadi pedoman kami, salam Bintang Mulia Homeschooling.

Bagikan juga ke kerabat :